Sekilas tentang gunung Merbabu,
gunung ini terletak di Jawa Tengah berada di empat wilayah kabupaten yakni
bagian barat masuk ke Kabupaten Magelang, Bagian Timur di boyolali, bagian
selatan di Salatiga dan sebelah utara masuk ke wilayah Semarang. Di Magelang
sendiri ada beberapa via pendakian yakni wekas, suwanting, grenden dan genikan.
Sedangkan di Boyolali jalur pendakian yang paling terkenal adalah via Selo baik
lama maupun baru (gancik), dan di Salatiga jalur pendakiannya yakni via kopeng
yang terbagi menjadi 2 jalur yakni thekelan dan chuntel. Untuk jalur wekas dan
kopeng masih ada hubungannya. Gunung Merbabu memiliki ketinggian 3142 mdpl
(meter diatas permukaan laut), yang terkenal dari gunung Merbabu ini adalah
padang sabananya. Wajar bila gunung ini dinobatkan sebagai gunung terindah di
Jawa Tengah, tak sedikit pendaki yang berasal dari luar jawa (baik luar jateng
ataupun luar pulau jawa) menyempatkan mendaki kesini, jadi kalau orang Magelang
belum pernah kesini bisa dikatakan “Rugi !” hehe.
Libur telah tiba, libur telah
tiba, hore hore hore hore. Setelah berpusing ria bertempur dengan ujian akhir
semester rasanya kaki ini sudah mulai gatal ingin menjajaki pegunungan di
daerah Magelang (cari yang deket dari rumah hemat waktu dan biaya maklumlah
mahasiswa hehe) dan akhirnya setelah cek ramalan cuaca serta perundingan 4 mata
Aku putuskan untuk mendaki gunung Merbabu via wekas pada tanggal 25 – 26 Juli
2017 bersama sepupuku (Aries).
Menginjak H-1 keberangkatan
keperluan logistik dan penyewaan alat sudah
clear tak lama temanku satu kampus
(tepatnya senior namanya Mas Amir) dan temannya (Mas Cungkring), mengirim pesan
buat ngajakin mendaki bareng. Okelah, tambah teman tambah ramai pendakiannya. Jadi
kami berangkat ber empat. Kami rencanakan berangkat pagi dari rumahku, sisanya
tinggal berdoa dan berharap cuaca cerah.
Alhamdulillah ramalan cuaca tak
berdusta hehe. Kami berangkat jam 8, lewat jalan pintas yakni Jalan Talun ke
utara – Jl. Veteran – lewatin jembatan masuk ke Jl. Blabak Mungkid yang
ujungnya tembus sampai ke Ketep Pass masih terus, disini pemandangannya udah cakep
gunung Merbabu terlihat gagah bersandingan dengan gunung Merapi, melewati Merbabu
via suwanting, top selfie grenden - kragilan top selfie (masuk kecamatan pakis
Jl. Ketep-Kopeng) dan sampai di pertigaan jalan kopeng (Jl. Magelang-Salatiga) ambil
ke kanan sampai ketemu gapura pendakian via wekas. Di tugu masuk jalan desa nya
berupa beton dan itu menanjak. Saking nanjaknya motornya mas amir gak kuat buat
naik kalo boncengan, suka dukanya sudah terasa dari sini. Sesampainya di
basecamp pemandangannya indah, hamparan awan membentuk lautan mendampingi
gunung kembar susi (sumbing – sindoro) dan gunung prau.
Kami sampai dibasecamp wekas
sekitar pukul 09.30, basecamp wekas ini terletak di dusun kedakan, desa
kenalan, kecamatan Pakis dan kabupaten Magelang tentunya. Pendakian Merbabu via
wekas ini termasuk jalur pendakian tertua di Merbabu, kata tetanggaku mas apip
si pendaki veteran alias pendaki lawas (kelahiran ’80-an), waktu SMP dulu naik Merbabu
lewatnya wekas. Terbayang dari jaman ane masih ingusan basecamp ini sudah ada.
Setelah istirahat dan regristrasi (per orang dikenakan biaya tiket pendakian,
tiket masuk tempat wisata Merbabu pass dan parkir. Totalnya Rp. 82.000 dibagi
empat orang), kami berkemas-kemas kebetulan ada 1 kelompok juga yang mau naik
(6 orang) sekitar jam 10.00 kami curi start duluan. Melewati rumah-rumah warga
dengan susunan jalan berbatu, makam, dan ketemu 1 kelompok pendaki jumlahnya
cukup banyak dilihat dari seragam dan atributnya kayaknya anak mapala
(mahasiswa pecinta alam) yang lagi diklat, mereka berasal dari jawa barat.
Masih terus berjalan melewati pos
zonk, pos bayangan 1, pos air, pos 1, pos air lagi (sedikit istirahat dan
sholat disini), pos bayangan 2. Di perjalanan ke pos 2 ini banyak sekali buah
berry gunungnya, membuatku rindu bila
mengingat rasanya yang asam kemanis-manisan.
Di pos 2 ini cocok buat ngecamp (mendirikan tenda) karena tanah nya
lapang, tapi butuh waktu 4 jam an untuk summit
(bahasa kerennya dari jalan ke puncak) ke pucak tertinggi merbabu kenteng
songo.
Meskipun merasa betah tujuanku
bukan untuk ngecamp disini, kamipun
melanjutkan perjalanan. Pos 3 terlewati, sampailah kami di pos tugu.
Pemandangannya disini tak kalah luar biasa, hamparan segoro mego ( lautan awan ) sejak pagi tadi sampai sekarang jam 4
sore belum hilang juga.
Perjalanan masih cukup jauh tak
mau terlena kami melanjutkan perjalanan kembali, dari pos tugu terlihat tower
pemancar lalu melewati kawah mati, asap belerang sesekali tercium menyengat
baunya mirip endog kuwuk (telur
busuk). Tak jauh dari tanjakan kawah mati kami sempat beristirahat sejenak di
plakat in memmorian, kalo ingat kata-katanya jadi sedih.
Hari semakin petang dan persimpangan
tempat untuk ngecamp sudah kelihatan
tinggal melewati satu bukit dan satu tanjakan. Matahari mulai mulai tenggelam,
pancaran sinarnya memantul dan menembus awan-awan. Pukul 16.35 pemandangan sore
itu sungguh sangat indah, kami menyebutnya “golden
sunset”. Ini adalah segoro mego dan
sunset terindah yang pernah kudapat
selama aku mendaki, kembali lagi ku ucapkan rasa syukurku kepada Tuhan yang
Maha Kuasa atas ciptaannya yang luar biasa ini.
Matahari terbenam jatuh di puncak
gunung sindoro sore itu, kami sampai di pos persimpangan antara dua puncak
tertinggi yakni P. syarif dan P. Kenteng songo sekitar jam 6 sore (kalo
dikalkulasikan perjalanan dari basecamp – pos persimpangan yakni 8 jam). Angin
semakin kencang dan suhu udara terasa semakin dingin kami pun bergegas mendirikan
tenda dan beristirahat untuk summit
ke puncak besok. Tidur tak begitu nyenyak karena semalaman kami dihajar oleh
badai kering (angin kencang berdebu).
Ku rasa dari awal mendirikan
tenda sampai pagi ini badainya gak hilang-hilang sampai sebagian sisi-sisi
tenda kami lepas dari patoknya. Pagi yang cerah, tapi kami tak mendapatkan sunrise karena kondisi diluar yang
sangat dingin membuat kami mager di
dalam tenda hehe. setelah melawan rasa malas dan makan seperlunya kami
berangkat menuju puncak kenteng songo jam 7 pagi. Salah satu yang menjadikan
daya tarik dari pendakian via wekas ini adalah adanya “jembatan setan” Disebut
demikian mungkin karena orang yang lewat sana harus berjalan menempel pada dinding
tebing. Kedengerannya serem tapi sebenarnya perjalanan sebelum ke jembatan
setanlah yang cukup ekstrim, lembah yang cukup curam dan membentang tanpa
penghalang membawa angin kencang dari semarang. Disini angin berhembus dengan
sangat kencang tak jarang badan ku sesekali terbawa angin, mungkin bila tak
berpijak dengan kuat aku bisa terpental (bukan melebih-lebihkan, tapi seriusan
anginnya bener-bener kencang). Menurutku yang lebih cocok dijuluki jembatan
setan adalah jalan sebelum sampai kejembatan itu sendiri. Butuh waktu 45 menit
dari tempat camp menuju ke jembatan setan.
Sekitar jam 8 kami sampai di
puncak kenteng songo, meskipun bukan hari libur tapi pendakinya cukup banyak.
Cuaca sangat cerah, tak kami sia-siakan untuk mengabadikan momen ini.
Dari puncak kenteng songo kita
bisa melihat bebrapa gunung dengan jelas terutama Merapi, Andong – Telomoyo,
Ungaran, Sumbing – Sindoro, Prau bahkan Lawu yang berada di perbatasan jawa
tengah – jawa timur pun terlihat. Selain itu puluhan tenda yang berdiri di
jalur pendakian selo tepatnya di sabana II juga terlihat, bisa dikatakan perbedaannya
jauh sekali dengan pendaki dari wekas yang jumlahnya tidak sampai 10 tenda.
Sebenarnya masih banyak cerita
yang inginku bagikan tapi, hanya saja takut kepanjangan hehe. sepenggal kisah
tentang jalur lama yang sedikit terlupakan mungkin sekarang jalur ini kalah
tenar sama jalur pendakian Merbabu via selo Boyolali yang terkenal akan sabana
dan jalurnya yang mudah jelas para pemula lebih suka naik lewat selo dan juga
via suwanting Magelang yang terkenal dengan treknya yang jahat menanjak dan
sabananya apalagi jarak ke puncak juga tidak jauh, tapi para pendaki veteran
pasti tau pesona dari jalur wekas ini. Bahkan menurutku via wekas adalah jalur
yang paling bagus diantara selo dan suwanting.
Trek panjang dengan suguhan
pemandangan yang luar biasa indah, mengingat dari paket lengkap yang ku dapat
seperti buah berry dan pos air yang
berlimpah, segoro mego, golden sunset, kawah mati, jembatan
setan bahkan sabana yang jarang orang menjamahnya (meskipun kata penjaga
basecamp jalur ini gak ada sabanaya padahal ada hehe) apalagi ketika berada di
pos 2 aku benar-benar kagum dengan jajaran puncak-puncak yang membentang.
Semoga Tuhan memberiku umur panjang agar aku bisa kembali berpetualang kesini.
Untuk para pendaki ayo ramaikan lagi jalur pendakian via wekas ini.
Mungkin terlambat sadar setelah
21 tahun tinggal disini, bahwa kota kecilku ini memiliki potensi wisata dan
keindahan alam yang luar biasa. Bukan cuma gunung saja tapi masih banyak
keindahan yang belum terekspose di kota yang juga mendapatkan penghargaan
sebagai “Kota Adipura” (kota yang bersih) ini . Dan aku katakan “AKU BANGGA
MENJADI WARGA MAGELANG”
Dirgahayu ke 72 Magelang dan Indonesiaku
semoga jaya dan terjaga selalu keindahan alammu.