HARTA KARUN DI KAKI MERAPI - Info Borobudur dan Wisata Magelang WA 0857 2721 9997, VW Tour, Sepeda, Rafting, Jeep, Andong

Breaking

Post Top Ad

InfoBorobudur

Post Top Ad

Pesona Magelang

Minggu

HARTA KARUN DI KAKI MERAPI





Harta Karun
Jika anda berniat mendaki gunung Merapi, Jawa Tengah, maka titik start mana yang akan anda tuju..?
Mendengar pertanyaan semacam ini, saya yakin hampir 95% orang akan menyebut rute New Selo, di kabupaten Boyolali, sebagai pilihan mereka, dan sisa 5% lainnya mungkin akan menyebut nama jalur baru Sapuangin di kabupaten Klaten, sebagai tempat yang akan mereka tuju untuk mendaki gunung teraktif didunia ini.

Bisa jadi tidak ada yang akan menyebutkan nama kabupaten Magelang untuk hal ini, padahal dalam salah satu bagian wilayah teritori ‘tuan tanah’ tempat berdirinya candi Borobudur ini, terdapat sebuah pintu masuk menuju puncak Merapi  yang sangat spektakuler dan fantastis, jauh melebihi apa yang dimiliki oleh rute New Selo, Boyolali, dan saya yakin juga jauh lebih mempesona dan mengiurkan dibanding apa yang ditawarkan oleh rute Sapuangin di Klaten.

Pintu masuk ini bernama Babadan, sebuah wilayah yang ada di kecamatan Dukun, kabupaten Magelang, berjarak sekitar 45 menit perjalanan dari kota Muntilan, dan sekitar satu setengah jam dari pusat kota Magelang. Di Babadan inilah sebenarnya kilauan pesona wanawisata gunung Merapi telah dibiarkan terkubur terlalu lama, diwilayah ini pula potensi-potensi besar eco-wisata, eco-edukasi yang berbasis kegunung apian dan vulkanologi, hingga potensi wisata petualangan pendakian Merapi tersimpan dengan dengan rapi, dibiarkan saja, tak dikelola dan dimanfaatkan dengan  sebagaimana yang semestinya.

Hal ini sebenarnya juga tak terbuka oleh mata saya, sebelum saya kesana dan melihat sendiri, bagaimana harta karun yang ada dikaki Merapi ini, tak tersentuh tata kelola wisata seperti yang ada di tempat-tempat lainnya, sungguh sangat disayangkan. 
Terhitung sudah sekitar tujuh kali saya mendaki Merapi melalui rute Babadan, sejak saya mengenalnya kurang dari setahun lalu. Meskipun rute ini disebut sebagai rute ilegal, atau rute liar, hal itu tak cukup untuk menghentikan saya. Saya telah datang kesana, melihat sendiri panorama dan pesonanya yang luar biasa, sungguh sebuah hal yang hampir mustahil untuk dapat saya penuhi, jika seseorang melarang saya, hanya karena tempat tersebut belum menyandang predikat sebagai salah satu jalur resmi Merapi.
Babadan Merapi mungkin sebenarnya bukanlah nama yang asing ditelinga, tempat ini menjadi cukup dikenal sebagai salah satu lokasi Pos Pengamatan Aktivitas Gunung Merapi, atau lebih sering disebut sebagai Pos Pengamatan Babadan saja. Bahkan menurut statistiknya, Pos Babadan adalah pos pengamatan dengan jarak terdekat ke puncak Merapi, yaitu 4km, lebih dekat daripada pos pengamatan lainnya yang tersebar dibeberapa tempat. 
Mendaki puncak Merapi melalui kampung Babadan pun sebenarnya bukanlah cerita baru, beberapa tahun sebelumnya (tulisan terakhir tentang pendakian Merapi via Babadan saya temukan berkisar ditahun 2003 – 2004) jalur pendakian ini cukup menarik minat para pendaki, akan tetapi seperti kita ketahui bersama, sepuluh tahun lalu bukanlah tahun mendaki gunung dan eksplorasi wisata alam yang semarak, hanya ada sedikit orang yang tertarik untuk menikmati bentangan mayapada dari puncak-puncak gunung dan ketinggian. 

Meskipun ketertarikan pada olahraga dan wisata pendakian gunung tidak seramai saat ini, Babadan dulu tetap menjadi sebuah ikon kuat dalam wisata gunung Merapi. Selain dikunjungi oleh pendaki domestik yang  tertarik untuk mendaki, atau untuk sekedar mengamati gunung Merapi dari dekat, tidak sedikit juga turis mancanegara yang berkunjung ke tempat ini, dan biasanya mereka akan melanjutkan perjalanannya dengan hiking ke puncak Merapi melalui rute Babadan. Bahkan saking menariknya panorama yang ditawarkan Babadan ini, dua presiden Republik Indonesia pernah secara khusus mengunjungi tempat ini.

Sayangnya eksotisme gerbang wisata Babadan dan rute pendakiannya terpaksa ditutup saat itu, ketika amukan letusan gunung Merapi yang membara meluluh lantakkan rute pendakian yang dimilikinya, dan hingga saat ini, setelah lebih dari sepuluh tahun berlalu, wana wisata dan pendakian Merapi via Babadan tetap belum dibuka lagi.

Daya tarik yang tak pernah surut
Sejak saya menetap di kota Muntilan dan mengenal Babadan (mengetahui bahwa Babadan pernah menjadi sebuah jalur pendakian Merapi yang begitu populer dizamannya), saya mulai sering mengunjungi tempat ini, baik itu yang saya lakukan secara sendiri, maupun yang saya lakukan bersama sahabat-sahabat dari perkumpulan Dhemit Gunung (klub pecinta alam dari kota Muntilan). 
Saya menulis beberapa artikel mengenai keindahan dan eksotisme pendakian gunung Merapi melalui jalur Babadan di blog milik saya, www.arcopodojournal.co.id dan juga di akun pribadi facebook saya @babemedina. Jalur kuno pendakian yang sebelumnya hilang dan telah berhasil dipetakan lagi oleh sahabat-sahabat Dhemit Gunung dan juga saya sendiri, saya publikasikan dengan segamblang-gamblangnya di blog tersebut.
Animo dan apresiasi teman-teman sesama penghobi mendaki gunung tampaknya cukup bagus, hal ini bisa saya lihat dari cukup tingginya pembaca yang berkunjung ke blog yang  saya tulis, tulisan tentang Babadan paling tidak sudah dibaca hingga 10.000 kali, yang terbagi dalam berbagai subjek artikel terpisah. Hal ini tentu saja menjadi hal yang cukup menyenangkan bagi saya, juga bagi teman-teman di Dhemit Gunung Muntilan, mengingat salah satu harapan kami adalah berupaya agar bagaimana rute pendakian Merapi via Babadan dapat kembali dibuka secara resmi kembali, seperti dahulu. 
Dalam tulisan ini mungkin saya tak dapat menulis secara rinci apa saja yang menjadi nilai jual yang bisa di-eksplore di Babadan, apa saja juga potensi yang dapat didayagunakan oleh masyarakat kampung Babadan jika saja wana-wisata, eco-wisata, dan rute pendakian bisa sungguh-sungguh dirilis secara resmi. Saya telah menulis hal ini dalam beberapa kesempatan yang kemudian saya upload di blog arcopodojournal, sungguh besar sekali harapan saya, harapan teman-teman dari Dhemit Gunung Muntilan, supaya potensi-potensi yang ada di Babadan tersebut dapat dilirik oleh pemerintah kabupaten Magelang, didaya-gunakan, dikelola dengan baik, dan diambil manfaatnya.
Upaya untuk membuka mata masyarakat tentang betapa berpotensinya wana –wisata Babadan yang didalamnya ada rute pendakian gunung Merapi, tentu saja tidak mudah untuk dilakukan, ada banyak tantangan dan kebuntuan menunggu prosesnya, namun jika hal ini berhasil dilihat dengan seksama oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang, maka dengan otoritas dan wewenang pemerintahan yang dimilikinya, impian untuk menghidupkan eksotisme wisata Babadan, Insya Allah akan bisa dengan mudah dilakukan.
Daya tarik Babadan tak pernah berkurang, eksotisme panorama alam, nilai historis gunung Merapi, nilai edukasi dalam pengamatan vulkanologi, serta nilai petualangan yang sangat kaya dalam rute pendakian yang dimiliki Babadan tak pernah surut, hanya saja dibutuhkan sedikit sentuhan polesan untuk menjadikannya sebagai salah satu magnet wisata baru bagi kabupaten Magelang.

Barisan nilai lebih
Sekarang apa saja yang dapat dijadikan nilai lebih sehingga Babadan begitu pantas untuk diprioritaskan untuk dikelola dengan maksimal, saya secara pribadi paling tidak melihat hal-hal berikut yang dapat menjadi sebuah value plus yang bisa dipertimbangkan ;
1. Akses transportasi yang sudah baik. Kemudahan dalam menjangkau sebuah tempat adalah modal utama saat ini dalam pengembangan wilayah, dan Babadan sama sekali tak mengkhawatirkan hal tersebut, akses menuju Babadan telah ada dengan baik, dapat dijangkau dengan mudah. 
2. Lengkapnya paket wisata yang ditawarkan. Di Babadan jika seseorang menginginkan wisata alam, maka inilah tempatnya, sebuah lokasi asri dikaki gunung Merapi dengan kesejukan dan panorama yang indah, jika cuaca cerah, badan gunung Merapi akan tampak penuh dengan puncaknya yang mengepulkan asap, dan image ini dapat berpotensi menjadi ikon Babadan, sementara di kejauhan hamparan bumi Jawa Dwipa dengan paku-paku seperti Sumbing, Sindoro menghias dengan indahnya.
3. Wisata edukasi kegunung apian dan vulkanologi juga dapat dihadirkan disini, sarana pendukungnya lengkap, Pos badan pengamatan gunung Merapi yang telah ada, data dan foto aktifitas gunung Merapi dari waktu ke waktu, seismograf yang dapat dilihat secara langsung, dan subjek Merapinya sendiri yang berdiri didepan mata, akan menjadi seperangkat pendukung yang sungguh komplit untuk memuaskah dahaga pengetahuan tentang sebuah aktifitas gunung berapi.
4. Wisata pendakian dan petualangan, dan ini dapat saja magnet terbesar Babadan, ditimbang dari besarnya gelombang minat wisata mendaki gunung sekarang ini. Babadan menawarkan lintasan yang benar-benar eksotis dan mengagumkan bagi para pendaki gunung, yang hal tersebut tidak dimiliki oleh New Selo dan juga Sapu Angin.
5. Tempat-tempat eksotis alami yang ada di Babadan. Keberadaan Jurang Alap-Alap berupa hamparan batu granit putih ditepi jurang yang indah, berlatar kaki Merapi, berhias puncak Merbabu, keberadaan Burning Forest (sebutan saya untuk kawasan hutan pinus yang beberapa batangnya mati karena terpapar awan panas Merapi), yang dapat menjadi potensi wisata historis dan edukasi, keberadaan puncak pemancar pelana kuda (ini juga sebutan saya sediri) dimana seseorang dapat menyaksikan secara penuh kegagahan Merapi tanpa harus sampai ke dindingnya, keberadaan Kali Gesik, Watu Gelar, Tanjakan Geger Celeng, yang merupakan rangkaian rute pendakian Merapi Babadan, dan keberadaan berbagai potensi lain yang ada disana, adalah sebagai emas permata yang menunggu sentuhan untuk dikelola dengan sebaik-baiknya.
6. Nilai jual yang lebih tinggi, kembali ke sektor wisata pendakian dan petualangan yang ada di Babadan Merapi, saya melihat ada sebuah nilai jual yang lebih tinggi disini, tentu saja hal tersebut jika kita bandingkan dengan jalur New Selo yang telah begitu populer di Boyolali, atau jalur pendakian Sapu Angin yang baru saja dirilis di Klaten. Apa yang dimiliki Babadan dengan lintasan jalur yang fantastis, dengan tingkat tantangan yang besar (beberapa orang melihat medan yang sulit di jalur pendakian Babadan sebagai sebuah penghalang, namun saya melihat itu adalah sebuah nilai pembeda, sebuah nilai jual, yang tentu saja harus didukung dengan pengelolaan yang tepat). 
7. Korelasi yang cantik dengan kota Jogja. Jika dibilang Jogja adalah pintu gerbang wisata Jawa Tengah, maka saya kira tak banyak orang yang akan keberatan, mungkin 75% pengunjung candi Borobudur baik domestik maupun mancanegara, itu masuk melalui kota Jogjakarta, dan sekali lagi itu adalah sebuah peluang besar untuk pegembangan Babadan. Jarak tempuh yang tidak terlampau jauh dan akses yang mudah akan menjadi pertimbangan besarnya. Disamping itu, image Jogja sebagai kota pelajar dengan dominasi mahasiswa yang notabene adalah usia paling mendominasi dalam wisata pendakian gunung, adalah hal yang sangat potensial jika dapat dikelola. Pertimbangan jarak yang lebih dekat, rute baru yang lebih menantang, akan menjadi daya pikat kuat mengapa para pecinta alam (wisatawan pendaki gunung dari kota Jogja) akan melilih Babadan sebagai titik tolak mereka ke puncak Merapi, bukannya New Selo Boyolali, atau Klaten dengan jalur Sapu Anginnya.
8. Banyaknya potensi pengembangan gaya pendakian Merapi yang dapat dikembangkan di Babadan. Saya sendiri telah memetakan tiga jalur pendakian ke puncak gunung Merapi dengan pintu masuk dari Babadan, tiga rute ini dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, regular, medium, dan pro, dan hal ini juga mendapat sebuah pilihan yang asyik bagai para wisatawan pendaki gunung, tentu saja menyesuaikan dengan kemampuan dan kapabilitas mereka. Rute regular adalah rute biasa, yang dapat dilakukan oleh siapapun, baik ia amatir maupun professional, sementara rute medium adalah rute yang setingkat lebih sulit dibanding rute regular, dibutuhkan beberapa skill dan perlengkapan teknis untuk melewatinya, dan terakhir adalah rute pro, yang artinya hanya bisa dilewati oleh orang-orang dengan kemampuan memadai dan juga perlengkapan teknis yang lebih lengkap, dan kesemuanya ini menjadi nilai plus dan pembeda yang indah, mengapa Babadan pantas meraih tempat prioritas sebagai jalur pendakian ke puncak Merapi.
Dinamika dan tantangan
Saya bersama teman-teman dari Dhemit Gunung kota Muntilan pernah berupaya menghubungi otoritas kampung Babadan guna paling tidak membicarakan betapa besarnya manfaat jika mereka bisa membuka diri dan menjadikan  rute Babadan sebagai salah satu rute resmi pendakian ke puncak Merapi. Sejauh ini sambutan penduduk adalah baik, namun tentu saja masih dibutuhkan lebih banyak usaha dan upaya untuk mewujudkan semua itu.
Adanya campur tangan pemerintah, dalam hal ini umpamanya Dinas Pariwisata Magelang, yang mampu menginisiasi dan memediasi berbagai macam badan terkait seperti TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi Merbabu), Badan Pengamatan Gunung Merapi, penduduk kampung Babadan, aktivis lingkungan dan pegiat alam setempat (Dhemit Gunung Muntilan contohnya), adalah sebuah langkah utama yang saya yakin akan membuka pintu besar pengembangan wisata Babadan, wabil khusus bidang petualangan dan pendakian gunung Merapi.
Medan pendakian yang sulit yang oleh beberapa orang dianggap kendala, dengan kerjasama yang harmonis antar pihak terkait tentu dapat ditanggulangi dengan baik. Sosialisasi dan komunikasi yang terarah dengan masyarakat Babadan juga saya yakin akan dapat membuka pikiran mereka supaya menerima ide-ide pengembangan Babadan dengan tangan terbuka. Potensi bahaya letusan gunung Merapi yang mungkin akan membahayakan wisatawan pendaki gunung, Insya Allah akan dapat dicegah dengan adanya peringatan dini oleh Badan Pengamatan Gunung Merapi yang salah satu pos-nya ada di Babadan. Sementara kekhawatiran akan pencemaran lingkungan, pengelolaan sampah, kemungkinan musibah disepanjang jalur pendakian, saya yakin juga Insya Allah dapat ditangani dengan baik, dengan kerjasama yang kooperatif dalam penanganan dan pembuatan regulasi pendakian oleh TNGM berkolaborasi bersama penduduk Babadan, badan SAR, dan juga aktivis lingkungan lainnya.
Disisi lain, dampak positif dari pembukaan jalur pendakian Babadan dan wisata alamnya, akan pula dapat dirasakan oleh penduduk setempat. Misalnya bertambahnya pendapatan dari sektor wisata yang selama ini tidak pernah dibayangkan, ada banyak sub-sektor yang bisa berkembang mulai dari kuliner, cinderamata, transportasi, penyewaan kamar dan losmen  menginap, dan lain-lain, yang pada hakikatnya Insya Allah akan membantu peningkatan taraf ekonomi masyarakat Babadan.

MMA Trails
Hal terakhir yang ingin saya sampaikan mengenai potensi wisata kabupaten Magelang, khususnya berkaitan dengan Babadan adalah ide mengenai MMA Trails, atau Merapi Merbabu Andong Hiking Trails.
Pada dasarnya ide MMA Trails yang saya cetuskan adalah sebagai sebuah jawaban atau opsi menghadapi kekhawatiran mengenai monotonnya ‘gaya dan cara’ dalam mendaki gunung, khususnya Jawa Tengah. Sudah lazim diketahui bersama bahwa selama ini, para wisatawan pendaki gunung hanya mendaki gunung selama satu dua hari saja, dengan ritme siang, atau sore, atau malam harinya mendaki, kemudian bermalam, dan besok paginya turun kembali. Hal semacam ini (menurut saya khususnya) terlalu monoton dan ‘membosankan’, sehingga kita perlu solusi untuk mengatasi hal ini, dan MMA Trails mungkin dapat menjadi jawaban yang paling ideal.
Pesona untuk melakukan Long Distance Hiking Trails disingkat LDHT, sudah begitu menjamur di banyak negara, terutama negara- negara yang menjadi medan LDHT sendiri. Beberapa LDHT yang terkenal antara lain adalah Pacific Crest Trail (PCT), Appalachian Trail (AT), El Camino Santiago di Spanyol, Everest Base Camp Trek, dan lain-lain. Dengan anugrah bentang alam yang begitu luar biasa, Indonesia sudah sepatutnya memiliki sebuah destinasi wisata trail yang mempesona, seperti yang ada di negara-negara lain itu. Namun sejauh hingga saat ini, belum ada satupun yang rute hiking trail yang bisa dipromosikan untuk paling tidak mengikuti pamor rute-rute seperti contoh-contoh diatas yang ada di Indonesia.
Menimbang berbagai hal, kita memang belum dapat secara instan menelurkan sebuah rute hiking yang memakan waktu berbulan-bulan seperti AT dan PCT, selain itu jika ditilik dari minat, tentu hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang akan memiliki waktu, tenaga, dan juga finansial yang siap untuk menjalani rute hiking dengan waktu yang panjang seperti itu. Akan tetapi, jika didesain dengan beberapa penyesuaian yang tepat, saya yakin peminatnya akan membludak, dan hal tersebut adalah sebuah peluang yang dapat diambil oleh Badan Pariwisata Magelang dengan merilis dan meresmikan MMA Trails sebagai salah satu destinasi yang dipromosikan.
Secara konsep MMA Hiking Trails adalah perjalanan mendaki gunung dan hiking yang mengambil rute gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Andong, gunung Telomoyo, dan danau Rawa Pening sebagai lintasannya. Hiking ini dilakukan dengan murni berjalan kaki, dari basecamp satu ke basecamp yang lain, dari puncak satu ke puncak yang lain, dan dari titik start hingga berakhir di garis finish. Dengan kecepatan rata-rata rute MMA Trails ini dapat ditempuh dengan memakan waktu selama sekitar satu minggu, cukup lama jika dibandingkan dengan gaya rutinitas mendaki gunung Merapi, Merbabu, Andong selama ini, sekaligus cukup singkat jika dibandingkan dengan durasi dalam rute hiking PCT ataupun El Camino.
Kabupaten Magelang adalah pemegang kunci bisa dirilisnya jenis wisata yang akan menjadi yang pertama dan satu-satunya di Indonesia ini, meskipun rute ini juga melewati wilayah kabupaten Boyolali dan Salatiga. Mengapa bisa demikian, itu karena titik start ide MMA Trails ini berada di kampung Babadan, dan itu adalah wilayah administratif kabupaten Magelang, walaupun dapat saja pintu jalur Sapu Angin Merapi di Klaten, atau Kinahrejo, atau Kaliadem Jogja dipilih menjadi titik tolak MMA Trails, namun jika kecepatan Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang dalam meng-eksekusi sebuah ide MMA Trails dengan langsung memantapkannya baik dari sisi regulasi, rute, persayaratan dan perizinan, dukungan dan sumber daya, maka dengan sendirinya akan menjadikan paket wisata MMA Trails sebagai ‘milik penuh’ kabupaten Magelang.
Rute MMA Trails ini mengambil start di Pos Pengamatan Babadan – Pasar Bubrah – Puncak Merapi – turun Merapi via New Selo – Basecamp Merapi New Selo – Basecamp Merbabu via Selo – Puncak Merbabu – turun Merbabu via Wekas – Basecamp Merbabu Wekas – Basecamp Andong Sawit – puncak gunung Andong – turun Andong via jalur Gogik – puncak Telomoyo – finish di danau Rawapening. 
Sebagai tambahan daya pikat wisata model ini, saya telah memikirkan untuk memberikan semacam cap atau stempel bagi setiap hiker pada setiap persinggahan posnya, kemudian pada titik finishnya diberikan semacam piagam penghargaan sebagai simbolis bahwa mereka adalah hiker yang berhasil berjalan hingga garis finish dalam rute MMA Trails. Pada piagamnya ditulis apa motivasi mereka, tujuan mereka, dan kesan-kesan yang mereka peroleh selama menjalani MMA Trails, persis seperti yang dilakukan dalam El Camino di Spanyol. 
Hal-hal semacam ini terkadang tampak remeh, namun jangan sampai kita keliru, dalam zaman dunia sosial media sekarang ini, justru hal-hal yang tampak remeh dan enteng inilah yang menjadi komoditi dan nilai jual unggulan sebuah produk wisata.
Saya mencoba MMA Trails ini sekitar dua minggu sebelum masuk bulan Ramadahan tempo hari, ini juga sebagai bukti bahwa ide MMA Trails bukan hanya sebuah ide kosong diawang-awang, kesan yang didapat sangat luar biasa, menantang sekaligus menyenangkan, hanya saja trial kemarin Cuma berlangsung selam 4 hari 3 malam, karena terkendala waktu, kami (saya dan salah satu anggota Dhemit Gunung lainnya) memutuskan untuk finish di Basecamp Gogik gunung Andong.
Ada banyak ide tentang teknis, tentang regulasi, dan tentang bermacam pemikiran cemerlang mengenai peluang kemungkinan-kemungkian yang bisa dilakukan di Babadan jika saja pemerintahan dan otoritas yang bersangkutan, bersedia untuk membuka jalur ini secara resmi. 
Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa dengan mengikutkan tulisan ini dalam perlombaan ‘ Cerita Wisata Magelang’ saya tak berani optimis bahwa pasti akan menang (Jika bisa menang, tentu akan senang sekali),  saya hanya berharap bahwa tulisan ini dapat dibaca oleh Dinas Pariwisata Magelang sebagai otoritas pengembang wisata kabupaten Magelang, supaya mereka menyadari bahwa ada sebongkah emas dan permata yang selama ini berselimut lumpur tak jauh dari kaki tempat mereka berdiri, emas dan permata itu hanya butuh dibersihkan dan dipoles, lalu dengan sendirinya emas dan permata itu akan bersinar dengan indah kembali…

Salam.
Muntilan, Magelang, 24 Juli 2017.

Facebook : Anton Sujarwo 
Istagram : @arcopodostore
Twitter : @antonsujarwo15
Blog : arcopodojournal.co.id
















Post Top Ad